Kisah Sahabat Nabi-Membela Nabi,Mati Saat Sholat
Zubair sangat percaya dengan kemampuannya di medan perang dan itulah kelebihannya. Meskipun pasukannya berjumlah 100 ribu prajurit, namun ia seakan-akan sendirian di arena pertempuran. Seakan-akan dia sendiri yang memikul tanggung jawab perang. Keteguhan hati di medan perang dan kecerdasannya dalam mengatur siasat perang adalah keistimewaannya.
Di perang Hunain, suku Hawazin yang dipimpin Malik bin Auf menderita kekalahan yang memalukan. Tidak bisa menerima kekalahan yang diderita, Malik beserta beberapa prajuritnya bersembunyi disebuah tempat, mengintai pasukan Islam. Dan bermaksud membunuh para panglima Islam. Ketika Zubair mengetahui kelicikan Malik, Ia langsung menyerang mereka seorang diri dan berhasil mengobrak-abrik mereka.
Rasulullah sangat sayang kepada Zubair, Beliau bahkan pernah mengatakan kebanggannya atas perjuangan Zubair. “Setiap nabi mempunyai pembela dan pembelaku adalah Zubair Bin Awwam.”
Bukan karena sebagai saudara sepupu dan suami dari Asma binti Abu bakar yang bergelar “Dzatun Niqatain” (memiliki dua selendang), melainkan karena pengabdiannya yang luar biasa, keberaniannya yang tiada dua, kepemurahannya yang tidak terkira, dan pengorbanan diri serta hartanya untuk Allah Tuhan alam semesta.
Ia seorang yang berbudi tinggi dan berakhlah mulia. Keberaniannya dan kepemurahannya bagai dua kuda yang digadaikan. Ia seorang pebisnis sukses. Harta kekayannya melimpah ruah. Semuanya ia dermakan untuk kepentingan Islam,hingga saat mati mempunyai hutang.
Kedermawanan, keberanian, dan pengorbanannya bersumber dari sikap tawakalnya yang sempurna kepada Allah. Karena dermawannya sampai-sampai ia rela mendermakan nyawanya untuk Islam.
Sebelum meninggal ia berpesan kepada anaknya untuk melunasi hutang-hutangnya, “Jika kamu tidak mampu melunasinya, mintalah kepada pelindungku.”
Sang anak bertanya, “siapa pelindung yang ayah maksud?”
Zubair menjawab, “Allah! Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.”
Di kemudian hari, sang anak bercerita,”Demi Allah, setiap kali aku kesulitan membayar hutangnya, aku berkata,”Wahai pelindung Zubair, lunasilah hutangnya.” Maka Allah melunasi hutangnya.
Di perang Jamal, seperti yang tersebut dalam kisahThalhah, perjalanan hidup Zubair berakhir.
Setelah ia mengetahui duduk permasalahannya, lalu meninggalkan peperangan, ia dikuntit oleh sejumlah orang yang menginginkan perang tetap berkecamuk. Ketika Zubair sedang melaksanakan sholat, mereka menikam Zubair.
Setelah itu si pembunuh pergi menghadap Khalifa Ali, mengabarkan bahwa ia telah membunuh Zubair. Ia berharap kabar itu akan menyenangkan hati Ali, karena yang ia tahu, Ali memusuhi Zubair. Ketika Ali mengetahui ada pembunuh Zubair yang hendak menemuinya, ia langsung berseru, “Katakanlah pada pembunuh Zubair putra Shafiah bahwa orang yang membunuh Zubair tempatnya di Neraka.”
Ketika pedang Zubair ditunjukkan kepada Ali, ia menciumnya. Lalu ia menangis dan berkata, “Demi Allah, sekian lama pedang ini melindungi Nabi dari marabahaya.”
Adakah kata-kata yang lebih indah dari kata-kata Khalifah Ali untuk melepas kepergian Zubair, “salam sejahtera untukmu, wahai Zubair, di alam kematian. Beribu salam sejahtera untukmu, wahai pembela Rasulullah.”
******
No comments:
Post a Comment